Nyanyi Sunyi Buruh Tempo Hari



Bagi kami, dia adalah seorang seniman bernada pedas. Tak jarang, karena pedasnya kami kebingungan untuk menanggapi. Tak jarang pula, kuping-kuping orang berdasi dibikin merah dan akhirnya sekompi kacang ijo harus dikerahkan supaya mulut pedas si seniman bungkam. Caranya? Mungkin bagian tumpul dari senapan bisa kau tanyai.

Film yang diproduseri oleh Yulia Evina Bhara dan Yosep Anggi Noen ini menceritakan sesosok seniman, orator, buruh, dan terlebih lagi sebagai seorang bagian dari sebuah keluarga. Wiji Thukul namanya. Menceritakan kehidupannya selama buron pasca Partai Rakyat Demokratis(PRD) dituduh ingin menggulingkan rezim Soeharto. Hidup hanyalah berkawan dengan pintu-pintu rumah dari pekan satu ke pekan kesekian.

Berdurasi satu jam tiga puluh menit, Istirahatlah Kata-Kata benar-benar menjadi note-note kebisuan bukan karena tidak banyak konflik, aktor-aktris papan atas, dan sorak sorai gemerlap pencapaian seperti film-film yang bernuansa biografi tokoh, namun karena sejak dari awal sampai akhir karya ini, Wiji selalu digambarkan tidak banyak omong dan banyak berkontemplasi. Pengaruh kedudukannya yang sebagai buron mungkin saja berpengaruh, namun tetap saja ia lebih suka bergelut pada pikiran, buku, dan kata-katanya sendiri.

Sudut pandang untuk menelaah film ini pun kiranya perlu dikorek. Sebagai buron? Sebagai personal Wiji Thukul? Sebagai seniman? Sebagai kepala keluarga?

Sebagai seniman, ia tetap harus menjaga pikirannya agar tak tumpul dan tersapu oleh kondisinya. Apapun yang terjadi, panca indera dan intuisi harus selalu on. Sewaktu-waktu penggrebekan terjadi ia bisa lari ke pintu lain. Lari terkentut-kentut di tanah sendiri hanya karena bait-bait puisi.

Sebagai bagian dari keluarga, tentu memilukan. Bagi kamu yang LDR, sudahlah akhiri saja pengembaraanmu dan belajar dari film ini bahwa sejauh apapun langkahmu, pulang adalah satu-satunya alasanmu bertahan hidup. Wiji tidak banyak omong, ketika Sipon menangis bukan karena dituduh pelacur oleh tetangga lantaran suatu kali ia pergi ke hotel dan bertemu suami buronnya. Ia hanya memberi istrinya segelas air putih untuk meredakan tangisnya. Betapa ia tidak punya pilihan lain.

Over all, perjuangan memang tak pernah menawarkan jalan lurus dan dipenuhi mawar-mawar di sampingnya. Socrates, Abraham Lincoln, Ernesto, H.O.S Tjokroaminoto dan tokoh-tokoh perjuangan lain banyak yang berakhir meregang nyawa, minimal di balik jeruji. Namun karena juangnya itu, nama mereka menggema dalam lokomotif sejarah manusia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Lost Boy : Sebuah Review

Kudapan Bocah Pesisir