Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2019

Ramadhan yang Kita Artikan Rindu

Marhaban ya Ramadhan! Apa yang kita ingat jikalau mendengar kata Ramadhan? Puasa, sahur, iklan sirup, takjil, buka bersama dan sederet budaya kita dalam menghadapi atau menjalani bulan suci umat Islam ini. Tak heran pula, banyak yang memanfaatkan momen ini dengan berjualan menu berbuka puasa, yah karena nyatanya di Indonesia tingkat konsumtif umat muslim menjadi semakin tinggi di kala bulan puasa datang. Apapun rentetan budaya itu, patut kiranya kita sejenak bernafas dalam-dalam dan bersyukur, karena tak semua orang mendapat kesempatan yang sama untuk merasakan bulan ini. Membicarakan Ramadhan tak elok kiranya jika kita tidak melihat budaya orang-orang dalam mempersiapkannya. Baik sebelum Ramadhan dimulai, saat menjalani puasa Ramadhan, dan memaknai Ramadhan dan lebaran yang khas Indonesia. Di desaku, Grabahan, orang-orang memaknai Ramadhan sebagai bulan suci yang sebelum memasukinya harus melalui penyucian pula. Dulu, orang tua di kampung sering menyuruh anak-anaknya untuk po

The Lost Boy : Sebuah Review

"Anak dengan segala kebutuhannya adalah sebuah proses yang menuntut orang di sekitarnya untuk memahami dan mendampingi." The Lost Boy karya Dave Pelzer ini merupakan sebuah cerita otobiografi penulisnya yang secara garis besar menceritakan prosesnya mencari jati diri dan mencari kehangatan cinta sebuah keluarga. Awalnya memang tak begitu tertarik, tetapi pada akhirnya memang buku ini kupinjam juga dari seorang kenalan. Dave Pelzer, sebagai penulis yang menceritakan pengalaman pribadi buku ini benar-benar memberikan efek yang nyata. Baik secara pengalaman traumatisnya, realita masyarakat terhadap seorang F-child, proses pencarian jati diri, frustasi terhadap lingkungan temporal dan tentu saja kegelisahan terhadap eksistensi keluarganya. Psychology and Traumatic Healing Satu hal yang tergambar jelas dalam novel true based story ini adalah bagaimana proses seorang Dave ini dalam menangani luka traumatiknya. Sebagai korban pelampiasan dari ketidaksehatan keluarga

Kudapan Bocah Pesisir

Elit mengobok-obok Akar rumput kurus melongok longok Arus mengamuk Orang pesisir pergi menjauh dari amuk sang arus Ranjang tak lagi nyaman Rumah makin panas Atmosfer dan euforia Kau dan junjunganmu Aku dan panutanku Mereka dan pawangnya Wajah asing datang dan memenuhi jalan Mengaku sanak saudara tanpa tegur sapa Iming janji dijajakan dan dipaksakan Bernafsu untuk jadi puncak Berebut birokrasi dan obligasi Bocah pesisir cuma makan nasi Kadang ikan asin kadang pula sayur kemarin Demokrasi dan aksi.. bisa jadi basi Sedang fikiran dan hati bisa kau bawa untuk mencari Mencari mata angin dan mata air Lalu kau alirkan ke pelosok negeri yang gandrung akan kata adil